Oleh: M Hafiz Al Habsy
[Sekretaris Umum HMI Komisariat Ilmu Sosial UNP, Jurusan Ilmu Administrasi Negara]
David Harvey dalam bukunya “A Companion to Marx’s Capital” menyebutkan bahwa modal bukanlah benda melainkan proses yang hanya ada dalam gerak. Jika di pahami secara saksama, kutipan ini sebenarnya mengukuhkan manusia sebagai modal utama dalam prekonomian. Sebab, siklus ekonomi hanya akan terbentuk jika ada gerak dari manusia (proses).
Dalam dunia modern saat ini, sumber daya alam tidak lagi menjadi tonggak utama perekonomian masyarakat. Begitu banyak peluang untuk meghasilkan uang tanpa mengandalkan sumber daya alam secara langsung yang tercipta di era modern. Oleh sebab itu, secara otomatis tingkat perekonomian akan ditentukan oleh kualitas gerak dari manusia itu sendiri.
Berangkat dari konsep tadi, Human Capital Investment atau investasi modal manusia agaknya menjadi sangat relevan dalam membangun perekonomian nasional. Namun realita yang juga mesti kita amini bahwa butuh modal pula untuk melakukan investasi modal manusia. Dengan begitu, akan terjadi double modal ketika menggunakan investasi modal manusia.
Tidak masalah, dan memang menjadi sebuah keharusan untuk mengeluarkan modal yang lebih ketika menggunakan konsep investasi modal manusia. Sebab, selain modal produksi modal pendidikan juga dibutuhkan dalam bentuk materi. Namun yang menjadi masalah ialah ketika pendidikan justru difokuskan menjadi ladang perekonomian.
Lebih lanjut, ketika melihat fenomena yang muncul pasca pandemi (deglobalisasi), konsep investasi modal manusia semakin menjadi tuntutan bagi setiap negara untuk survive, termasuk Indonesia. Secara sederhana, deglobalisasi merupakan proses lokalisasi yang merupakan kebalikan dari konsep globalisasi yang menghapuskan batas antar negara.
“Puncak dari globalisasi sudah ada di belakang kita, tetapi saat ini kita belum berada di wilayah deglobalisasi,” ucap ekonom Megan Greene. Kemudian Ari Kuncoro, Rektor Universitas Indonesia dalam artikelnya yang berjudul “Krisis Rusia-Ukraina dan Deglobalisasi” mengatakan bahwa Deglobalisasi ini telah terjadi. Namun pertanyaannya, apakah deglobalisasi tersebut bersifat permanen atau sementara sesuai dengan situasi yang membentuk era tersebut?
Dua pendapat tadi sudah cukup untuk landasan bagi kita menilai apakah deglobalisasi sudah terjadi atau tidak saat ini. Dimana, dua faktor pendorong hadirnya fenomena deglobalisasi ialah pandemic covid-19 dan geopolitik Eropa. Namun yang terpenting sebagai catatan ialah bahwa terjadi atau tidaknya deglobalisasi, investasi modal manusia tetap dibutuhkan.
Dampak Deglobalisasi
Ketika globalisasi menghapuskan batas-batas antar negara, perekonomian negara-negara di dunia akan saling ketergantungan. Namun sebaliknya, fenomena deglobalisasi justru akan memaksa negara-negara untuk kembali ke dalam batas negaranya masing-masing. Hal ini akan berimbas pada kenaikan harga komoditi yang ketergantungan terhadap import dari luar negeri.
Deglobalisasi, baik yang dipicu pandemi maupun geopolitik di Eropa atau yang secara eksplisitnya krisis Rusia-Ukraina menjadi sinyal peringatan bagi Indonesia. Sebab, deglobalisasi bukan hanya berimbas pada kenaikan harga, tetapi jika deglobalisasi tadi berkepanjangan juga bisa berujung pada kehabisan suatu komoditi yang dibutuhkan.
Tentunya kunci dari menjawab tantangan deglobalisasi ialah Indonesia Berdikari (berdiri di atas kaki sendiri), sebuah konsep yang pernah dicetuskan Presiden Ir. Soekarno. Seminimal mungkin, Indonesia mesti bisa berdikari di bidang pangan agar ketika deglobalisasi terjadi tidak lagi mengancam kestabilan kehidupan masyarakat bernegara.
Bahaya deglobalisasi bisa kita refleksikan pada dampak krisis Rusia-Ukraina secara sederhana. Misalnya, Ukraina sebagai pemasok gandum terbesar untuk Indonesia sebanyak 2,96 juta ton. Namun ditengah keadaan krisis, Ukraina tentunya akan memberi batas dalam negaranya sendiri dengan menimbun pasokan gandum untuk menjamin ketersediaan dalam negeri selama krisis masih berlangsung.
Tidak dapat dielakkan, keadaan tadi akan berimbas pada harga gandum yang akan melambung di Indonesia seiring dengan invasi Rusia ke Ukraina. Kemudian juga sudah menjadi sebuah kepastian hal ini berimbas pada konsumsi masyarakat Indonesia karena ketersedian gandum tidak sebagaimana mestinya (sesuai kebutuhan) akibat batasan yang dilakukan Ukraina.
Artinya, deglobalisasi akan mengahantui perekonomian dalam ancaman staglasi yang ditandai dengan lambatnya pertumbuhan ekonomi, tingkat pengangguran yang tinggi, dan inflasi.
Urgensi Investasi Modal Manusia
Menanggapi ancaman yang muncul bersamaan dengan deglobalisasi tadi, investasi modal manusia merupakan upaya mitigasi yang paling tepat dan bersifat jangka panjang. Dimana, kita mesti mengurangi ketergantungan terhadap komoditas-komoditas yang berasal dari kebijakan import. Otomatis memaksimalkan sumber daya yang ada merupakan strategi yang dibutuhkan.
Dalam memaksimalkan sumber daya yang ada (materil), dibutuhkan pula sumber daya manusia yang mumpuni untuk mengelolanya. Atau dalam Bahasa David Harvey proses gerak, yang tentunya disokong oleh sumber daya manusia. Dengan begitu sumber daya manusialah yang akan menentukan kualitas proses gerak produksi dalam negeri.
Keterkaitan yang dimunculkan secara jelas memvalidasi bahwa investasi modal manusia sangat dibutuhkan untuk memitigasi dampak deglobalisasi. Batas antar negara yang diciptakan deglobalisasi memaksa Indonesia untuk mandiri, dan untuk mampu mandiri dibutuhkan pula kemampuan SDM yang mumpuni.
Investasi modal manusia sebagai solusi perekonomian negara juga mesti memperhatikan proses geraknya, dimana jaminan mutu yang utama. Selain jaminan mutu, keterjangkauan proses investasi modal manusia (pendidikan) juga menjadi kunci. Dimana proses gerak ini mesti bersifat egaliter dan tidak dijadikan pula sebagai ladang perekonomian.
Meskipun era deglobalisasi masih dalam tanda tanya, indikasi kehadirannya mesti dijadikan sinyal peringatan. Sebagaiman Buya Hamka katakan bahwa sebelum menggaet keuntungan, mestilah menghalangi datangnya mudorat. Maka, konsep investasi manusia mesti gencar dilaksanakan, terutama dalam memaksimalkan sektor pangan.
Nama Penulis : M Hafiz Al Habsy
Alamat : Pasaman, Sumatera Barat
No. Hp/WA : 082285057416
No Rek : 5456-01-020211-53-6 (BRI: a.n M Hafiz Al Habsy)
0 Comments:
Posting Komentar